KURANG 40 JAM PER PEKAN, TIDAK DAPAT GAJI TETAP

Skema Pengupahan Jadi per Jam

Nasional | Senin, 30 Desember 2019 - 11:10 WIB

Skema Pengupahan Jadi per Jam
IDA FAUZIYAH

BOGOR (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah terus menggodok draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Salah satu yang sudah disiapkan adalah perubahan skema pengupahan dari upah tetap menjadi per jam.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyatakan, rencananya skema itu tidak diberlakukan secara merata. Namun, skema tersebut khusus untuk pekerjaan yang masa kerjanya di bawah rata-rata.

"Jam kerja kita kan 40 jam seminggu. Di bawah 35 jam per minggu itu, ada fleksibilitas. Nanti di bawah itu hitungannya per jam," ujarnya setelah rapat terbatas tentang omnibus law di kompleks Istana Kepresidenan Bogor.


Ida belum bisa memastikan besaran gaji minimum per jam karena saat ini masih membahasnya. Pihaknya pun akan menjalin komunikasi dengan kelompok pengusaha dan buruh. Dia berharap buruh maupun pengusaha mau menerima skema tersebut. Skema fleksibilitas diperlukan dan sudah banyak diadopsi berbagai negara.

Selain skema pengupahan, hal lain yang bakal diatur adalah unemployment benefit. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa unemployment benefit merupakan fasilitas bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Fasilitas yang diberikan adalah perluasan manfaat melalui BPJS Ketenagakerjaan.

"Mendapat upah lanjutan, kemudian akan ada pelatihan. Ada job placement, penempatan lapangan kerja kembali," terangnya.

Namun, Airlangga belum bisa menyebutkan besarannya. Sebab, harus ada kalkulasi bersama BPJS Ketenagakerjaan. Namun, dia menjelaskan bahwa pembayaran upah lanjutan hanya berlangsung hingga enam bulan setelah PHK. "Disiapkan skemanya pembayaran 6 bulan besarannya berapa, kemudian pelatihan vokasinya berapa lama, job placement-nya berikutnya bagaimana," ujarnya.

Konsep pengupahan per jam ini mendapat kritikan tajam dari pekerja. Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar mempertanyakan penghitungan jaminan sosial para pekerja yang bakal mengikuti sistem pengupahan per jam. "Kalau sekarang kan hitungannya jelas, per bulan 5 persen. Kalau ini berapa?" katanya.

Timboel juga ingin memastikan besaran pengupahan yang diberikan. Menurut dia, harus ada standar minimal untuk menjamin para pekerja bisa hidup layak dengan sistem pengupahan per jam tersebut. 

"Jangan juga satu jamnya Rp30 ribu, lalu besok gak ada lagi kerjaannya. Harus ada kajian lah ini," tegas Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) tersebut.

Hal itu, lanjut dia, juga berkaitan dengan cara penghitungan jam kerjanya nanti. Entah memasukkan jam istirahat atau tidak. Sebab, jika mengacu pada aturan International Labor Organization (ILO), orang yang bekerja 3 jam harus istirahat 1 jam. 

"Ini juga harus diperjelas. Apakah ini hanya untuk para freelancer atau juga menyasar pekerja formal? Sebab, kalau freelancer, kan memang beda yang dicari," jelasnya. (far/mia/c14/oki/jrr)

Laporan JPG, Bogor









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook